SELAMAT DATANG DIDUNIAKU, MARI BERJUANG UNTUK UMAT DAN BANGSA
PERJUANGAN KOE
Photobucket
Clock
Download Lagu
  • Slank
  • Boomerang
  • Naff
  • Comment
    Rancangan UU Desa dan Eksistensi Nagari
    Sabtu, 28 April 2012
     Rancangan UU Desa dan Eksistensi Nagari
    Munculnya Rancangan Undang-undang desa membawa berbagai respon bagi masyarakat baik itu yang positif atau Negatif. Responpun dilancarkan dalam berbagai bentuk tindakan oleh masyarakat. Contohnya demonstrasi yang dilakukan oleh Asosiasi Kepala Desa (AKD) se-Jawa Timur. Dalam kesempatan orasinya menyampaikan tujuh butir yang harus dipenuhi agar tercakup dalam Undang-Undang tentang Desa.
    Poin-poin yang disampaikan Pertama, pertegas kedudukan dan kewenangan kepala desa. Kedua, 10 persen APBN untuk desa. Ketiga, jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 8 atau 10 tahun. Keempat, tidak ada pembatasan periodisasi kepala desa. Kelima, meningkatkan kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa. Keenam perangkat desa diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Ketujuh, tidak ada larangan bagi kepala desa menjadi pengurus partai politik.(http://us.politik.vivanews.com/news/read/181079 diakses tanggal 9 februari 2012).
    Gerakan yang juga dilakukan oleh kepala desa lainnya di Indonesia, merupakan gerakan yang responsive terhadap peluang yang ada. Gerakan ini tentunya demi eksistensi daerah yang dikelolanya. Melihat fenomena ini tentunya memunculkan pertanyaan dibenak kita. bagaimana sikap sumatera barat dalam menyambut UUD desa apakah hanya akan menunggu nasib atau berkontribusi dalam proses penyusunan UU tersebut.
    Memang sangat disayangkan, jika sampai saat ini belum ada sebuah gerakan/upaya yang dilakukan oleh peminpin, tokoh atau masyarakat Sumatera Barat memanfaatkan peluang dari penetapan UU desa ini. Menurut penulis, orang minang sebagai daerah yang berkepentingan dengan UU ini, harus segera memberikan sumbangan ide-ide, yang menyangkut kepada eksitensi Nagari. Bukan hanya duduk terdiam dan menerima begitu saja yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
    Fenomena yang tampak memang menunjukan lemahnya semangat juang orang minang, buktinya masayarakat Sumatera Barat hanya mempersiapkan langkah untuk menghadapi perubahan kebijakan. seperti mengenai subsidi otonomi desa yang rencananya 10 persen APBN atau Rp 1 miliar per desa. Langkah yang diambil yaitu membuat Nagari di Sumatera Barat sebanyak-banyaknya (pemekaran Nagari). Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa orang minang memposisikan dirinya sebagai  objeck bukan sebagai subjek yang terlibat dalam menentukan pembuatan undang-undang tersebut.
    Pemekaran Nagari dan Tantangannya
    Adat yang berlaku dalam masyarakat minang sama-sama kita ketahui bersifat awet dan berkelanjutan. keawetan adat ini tidak bersifat statis, tapi mengalami proses pembaharuan terus menerus sesuai dengan pepatah:“Sakali aia gadang, Sakali tapian berubah” (Sekali air bah, Sekali tepian berkisar).
    Namun merubah ketentuan adat di Minangkabau juga ada rukun dan syaratnya. seperti juga diungkapkan dalam adat:“ Adat diubah ketika telah dikenali tanda ketidakmampuannya bertahan: “Usang-usang dipabaharui,Lapuak-lapuak dikajangi”“Nan elok dipakai, Nan buruak dibuang, Kok singkek mintak diuleh, panjang mintak dikarek, nan umpang mintak disisiat”(Usang diperbaharui, lapuk disokong, yang baik dipakai, yang buruk dibuang, Jika singkat/pendek harap diulas, panjang harap dipotong, rumpang harap disisit)
    Nah, kita kembali kepada pembahasan pemekaran nagari sebagai bentuk siasat untuk kemajuan pembanguanan di Nagari. Langkah pemekaran nagari menurut penulis sebuah langkah menerabas yang akan merusak tatanan adat salingka nagari. Kenapa demikian?
    Dalam hal pemekaran nagari tentunya banyak tanda tanya dan hal-hal vital yang perlu diperhatikan. Pertama, pemekaran nagari induk menjadi banyak nagari penting dilihat motivasinya. pertanyaannya apakah ini hanya keinginan sementara pihak- pihak tertentu untuk menjadikan basis politik atau karena menginginkan pembagian kue pembanguna lebih banyak seperti desa dulu. Sehingga kita tidak sadar akan melumpuh semangat gotong royong yang selama ini menjadi roh hidup nagari. Motivasi seperti ini tentunya akan memunculkan konflik nantinya.
    Kedua, Pemerintahan nagari yang ada seperti saat sekarang ini (1 KAN:1 Wali Nagari) masih belum optimal pelaksanaannya. Hal ini juga disebabkan, interupsi budaya selama ini belum pulih seutuhnya. Pelaksanaan pemerintahan Nagari yang masih mencari wujud aslinya tentunya harus mengalami proses yang panjang untuk menggapainya. karena pemerintahan nagari sudah lama tidak diaplikasikan di Sumatera Barat. Nah Jika saat ini ditambahlagi beban dengan membangun nagari yang baru maka keterputusan budaya itu semakin panjang dan semakin kabur cita-cita babaliak kanagari yang sama-sama kita yakini dapat membuat masayarakat sumatera barat menjadi lebih baik.
    Jadi menurut penulis ada sesuatu yang lebih elegan yang perlu dilakukan dari pada sekedar memekarkan nagari. Sesuai dengan semangat babaliak kanagari dalam konteks daerah yang otonom seperti yang diamanahkan undang –undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang salah satu poinnya berbunyi “Desa atau yang disebut dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
    Dalam hal ini Nagari, merupakan kekuatan masyarakat Sumbar yang sejak dulunya sudah diakui eksistensinya. Melaksanakan pemerintahan nagari berarti mengembalikan jati diri masyara-kat Sumbar,” melaksanakan pemerintahan nagari merupakan tuntutan dari aspirasi masyarakat. Sebab didalam pelaksanaan pemerintahan nagari terkandung nilai-nilai kebenaran. Bagi masyarakat Sumbar, kembali ke nagari berarti menemukan kembali jalan yang benar.
    Jika kita telusuri lebih dalam, sebenarnya ada pertanyaan kritis yang harus kita lontarkan dalam RUU desa ini. yaitu soal kedudukan nagari di Sumatera Barat dalam konteks ketatanegaraan dan desentralisasi, bagaimana memperkuat kewenangan Nagari lebih berdaya dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, bagaimana skema pembagian (penyerahanan) kewenangan, perencanaan, dan keuangan kepada Nagari; bagaimana memperkuat peran lembaga yang ada di Nagari dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat, serta bagaimana menyinergikan peran lembaga bentukan dan lembaga asli yang ada di Nagari. Intinya dalam hal ini bagaimana kita Nagari diminangkabau harus mendapat posisi istimewa dalam Undang-undang desa nantinya.
    Diskusi-diskusi yang menyangkut eksistensi nagari ini harus dilakukan secepatnya oleh seluruh element masyarakat sumbar. Ini peluang besar mumpung Rancangan belum disahkan DPR-RI. Selain itu mumpung Mentri dalam Negeri Republik Indonesia urang awak dan Gubernur dan wakil gubernur dua orang datuak yang tentunya lebih mengerti bagaimana mengembangkan sumatera barat kearah yang lebih baik tanpa menghilangkan eksistensi budaya minangkabau. Jangan sampai terlambat, jangan sampai alah abih cakak baru takala silek.

    posted by RENO FERNANDES @ 23.02   2 comments
    MDGs dalam Mimpi

    MDGs dalam Mimpi

    Oleh

    Reno Fernandes

    (Ketua Umum Badko HMI Sumatera Barat)

    Belakangan ini Sumatera Barat dihebohkan dengan kegiatan Internasional yang harus dijalankan oleh ranah Minang dalam rangka mencapai target nasional. kegiatan tersebut adalah MDGs (Millennium (Millennium Development Goals). MDGs adalah hasil dari Deklarasi pada saat KTT Millennium di New York pada bulan September 2000. MDGs ini diadopsi oleh 189 negara dan telah ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara, termasuk Indonesia.

    Dalam rangka evaluasi MDGs pemerintah Provinsi Sumatera Barat menggelar acara Pekan MDGs. Acara ini diselenggarakan dari tanggal 13–19 April 2012 dengan berbagai kegiatan lomba seperti, penyuluhan, imunisasi TB, HIV dan malaria, lomba fotografi, lomba menulis non fiksi tentang MDGs, lomba poster, juga pagelaran seni, seminar, pameran dan pemutaran film.

    Deklarasi yang sudah dilakukan 12 tahun yang lalu mempunyai Targetnya tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan 2015. Sedikitnya, ada delapan program menjadi tujuan MDGs. Lima di antaranya menjadi tanggung jawab  sektor kesehatan. Lima sektor tersebut di antaranya, memberantas gizi buruk pada anak-anak dan balita, menurunkan angka kematian bayi, angka kematian ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, serta memastikan kelestarian lingkungan.

    Dalam rangka ketercapaian deklarasi Para pemimpin dunia ini berkomitmen untuk mengurangi separuh lebih jumlah orang-orang yang menderita kemiskinan dan kelaparan, Pertanyaan kritis yang harus kita berikan terhadap ketercapaian ini. Pertama, berapa persenkah ketecapaian MDGs ini selama 12 tahun belakangan ini. Kedua, apa usaha yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan untuk mencapai MDGs tersebut.

    Untuk mencapai target Indonesia tersebut tentunya dibutuhkan kerja keras 3 tahun kedepan dan untuk mencapai target tersebut tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Dalam konteks indonesia tampaknya upaya Pemerintah Indonesia untuk merealisasikan MDGs pada 2015 tersebut akan cukup sulit, karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar.

    Program-program MDGs di bidang pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan itu membutuhkan biaya yang cukup besar. Merujuk pada data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, per 31 Agustus 2008 saja beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar antara Rp 97,7 triliun (2009) hingga Rp 81,54 triliun (2015), dan itu merupakan rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis pada 2016, yaitu sekitar Rp 66,7 triliun.

    Bagaimana mungkin target-target yang direncanakan ini akan tercapai jika utang  Indonesia sangat banyak. Dari fakta ini muncul berbagai pertayaan apa upaya yang dilakukan secara bersama mencapi tujuan tersebut. Apakah pemerintah Indonesia akan menambah utangnya untuk mencapai MDGs ini.

    Dalam konteks Sumatera Barat misalnya  untuk mencapai perbaikan kesehatan masyarakat sumatera barat tentu perlu dilakukan pemberantasan kemiskinan. Selain itu fakor yang lebih menentukan perbaikan kesehatan masayrakat tentunya terkait dengan sarana dan prasarana penunjang kesehatan tersebut.Dalam contoh yang lebih kecil misalnya pemberantasan penyakit HIV/AIDS

    Untuk melihat apakah MDGs ini akan tercapai dalam 3 tahun kedepan menggunakan salah satu contoh kasus penyakit menular dan berbahaya yaitu HIV/AIDS. Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, dari temuan 624 kasus HIV/AIDS dan dinyatakan terdiri dari 552 kasus AIDS dan 72 Kasus HIV. Pada 19 kabupaten/kota persentase penderita HIV/AIDS didominasi oleh kelompok umur 20-29, dengan persentase 53,36 persen. Sedangkan perbandingan penderita perempuan dan laki-laki mencapai  4:1. Dan proporsi kasus AIDS yang dilaporkan  meninggal mencapai 12,8 persen.

    Data diatas baru yang terditeksi dan dilaporkan, sementara diprediksi masih banyak, disamping masyarakat kita juga tertutup masalah penyakit seperti ini dan daerah juga belum menghimpun datanya dengan baik. mengingat Sumbar berada pada peringkat 12 untuk jumlah kasus HIV/AIDS dari 33 provinsi."Fenomena HIV/AIDS ini juga mesti disosialisasikan, terutama tentang penularan dan resiko tertular. Agar Masyarakat memahami bahwa penularan HIV/AIDS bukan selalu karena seks bebas namun bisa juga penyebab lain seperti melalui jarum suntik.

    Jika seperti yang disampaikan Gubernur Sumatera Barat  Irwan Prayitno ketika memberikan sambutan dalam Acara Puncak Pekan MDGs Provinsi Sumatera Barat, di Taman Budaya Padang, (16/4). Bahwa terdapat sebanyak 21 unit Rumah sakit pemerintah, 4 unit Rumah sakit TNI/Polri, dan 34 Unit Rumah sakit Swasta. Berarti dalam hal ini ada 59  unit rumah sakit di Sumatera Barat. Sebaran Rumah sakit.

    Dari jumlah Rumah sakit tersebut daerah sebaran paling banyak berada di kota Padang. Sementara untuk kosentrasi penanganan penyakit HIV/AIDS, dari 59 rumah sakit hanya 3 unit rumah sakit yang Daftar Rumah Sakit yang Memberikan Layanan Bagi Odha diantaranya RSU Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, RSUD Pariaman Padang Pariaman, RSU Dr M Jamil Padang.( http://spiritia.or.id/rsrujukan.php)

    Masalahnya akan muncul ketika sampai saat ini belum ada upaya yang serius penanganan penyakit tersebut. Usaha yang dilakukan baru sebatas sosialisasi akan bahaya penyakit tersebut. Namun pendataan dan upaya menghambat penularan belum dilakukan secara maksimal oleh pemprov. Kalaupun sudah ada perdanya namun pelaksanaan dilapangan membutuhkan usaha yang lebih serius.

    Pemaparan diatas baru satu contoh kasus penanganan penyakit menular. apalagi jika ditambah dengan permasalahan kesehatan lainnya seperti keadilan kesehatan bagi masyarakat miskin, penyakit kaki gajah, TBC, Busung lapar. dan masih banyak penyakit lain yang ada ditengah-tengah masyarakat.

    Dengan sedemikian banyaknya masalah kemiskinan dan kesehatan. Kelihatannya memang sangat lucu ketika pemerintahan provinsi Sumatera Barat baru melakukan evaluasi program MDGs ini mengingat programnya sudah jalan  12 tahun dan tinggal 3 tahun lagi. Ditambah dengan evaluasi yang dilakukan hanya berupa kegiatan lomba seperti, penyuluhan, imunisasi TB, HIV dan malaria, lomba fotografi, lomba menulis non fiksi tentang MDGs, lomba poster, juga pagelaran seni, seminar, pameran dan pemutaran film.

    Kesimpulan yang kita ambil dari kegiatan kemaren baru pada tahap sosialisasi dan deklarasi diatas kertas. sementara pelaksanaannya masih jauh diatas langit ketujuh, dialam mimpi nun jauh disana. Mungkinkah program ini terlaksana atau target kegiatan kemaren hanya ABS (Asal Bapak Senang).

     

     

     

     

    posted by RENO FERNANDES @ 22.16   1 comments
    TENTANG KOE

    Name: RENO FERNANDES
    Home: Padang, Sumatera Barat, Indonesia
    About Me:
    See my complete profile
    JANTUNG KOE
    Photobucket
    KARYA KOE
    Archives
    Links
    Powered by

    BLOGGER

    © RENO FERNANDES Blogger Templates by FUAD NARI