SELAMAT DATANG DIDUNIAKU, MARI BERJUANG UNTUK UMAT DAN BANGSA
PERJUANGAN KOE
Photobucket
Clock
Download Lagu
  • Slank
  • Boomerang
  • Naff
  • Comment
    “FATWA” DAN KETERATURAN SOSIAL
    Selasa, 12 Oktober 2010

    RENO FERNANDES
    (Ketua Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Cabang Padang)

    Sudah menjadi kewajiban kita semua untuk ikut serta ambil peran dalam usaha bersama bangsa kita untuk mewujudkan masyrakat berperadaban, masyarakat madani, civil society, dinegara kita tercinta, Republik Indonesia. Karena terbentuknya masyarakat madani adalah bagian mutlak dari wujud cita-cita kenegaraan, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat madani tentu adanya kondisi sosial yang teratur. Dimana hubungan antar masyarakat berjalan secara dinamis dan seimbang, Dalam ilmu sosiologi istilah yang dipakai untuk mengungkapkan hal diatas ialah keteraturan sosial.
    Proses terjadinya Keteraturan sosial tentu mempunyai beberapa tahapan, diantaranya : (1) Pola, bentuk umum dari suatu interaksi yang berlangsung dalam masyarakat yang dijadikan contoh oleh anggota masyarakat (2) Order tatanan nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh masyarakat. (3) Keajegan, suatu kondisi keteraturan yang tetap dan berlangsung terus menerus. (4) Tertib Sosial, keselarasan tindakan masyarakat dengan nilai dan norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Intinya keteraturan social akan muncul dari kesadaran masyarakat sendiri dan melalui proses yang cukup panjang. Namun terwujudnya masyarakat madani tentu menuai berbagai halangan salah satunya keteraturan social yang multitafsir.

    Keteraturan Sosial yang Multitafsir
    Majelis Ulama Indonesia Akhir-akhir ini banyak mengeluarkan Fatwa, Mulai fatwa tentang aliran sesat, bunga bank, golput, yoga, rokok, pembangkit tenaga nuklir, rebonding, prewedding, infotainment, ringtone ayat-ayat Alquran, Facebook, sampai naik ojek. mereka mengeluarkan fatwa tersebut tentunya demi umat dan bangsa ini. Tetapi, mengapa tindakan ini mengundang kontroversi amat tajam.
    Salah satu penyebab kontroversi tersebuat adalah "keteraturan sosial" yang sering didefinisikan secara sepihak. Bagi MUI (Majelis Ulama Indonesia), keteraturan sosial adalah "patuh pada aturan yang mereka buat. Ini benar. Tapi perlu diingat, keteraturan secara sosiologis adalah suatu patterned behavior atau patterned interaction (perilaku atau interaksi sosial yang terpola karena dilakukan oleh orang banyak secara berulang-ulang atau terus-menerus) sehingga masyarakat dapat meramalkan dan mengantisipasi perilaku orang lain dalam interaksi sehari- hari. Lama-kelamaan pola ini menjadi suatu "norma" yang meski tidak formal (legal), tetapi disepakati di antara warga masyarakat. Masyarakat justru akan mengalami kekacauan atau kebingungan (disorder) bila tiba-tiba kesepakatan itu berubah sehingga satu sama lain tidak dapat mengantisipasi apa yang akan dilakukan lawan interaksinya.
    Jadi, secara sosiologis keliru bila dikatakan "keteraturan sosial di masyarakat kita sudah hancur karena banyak orang yang melanggar Hukum". yang sebenarnya terjadi adalah, pada masyarakat kita masih ada "keteraturan sosial", tetapi cenderung bertentangan arah dengan aturan yang berlaku yang dibuat oleh  Lembaga Agama ataupun Lembaga Pemerintahan. Dengan kata lain, pola interaksi yang sudah disepakati antarwarga (keteraturan sosial) tidak sejalan dengan ketertiban hukum (legal order). Inilah masalah sosiologis paling mendasar di masyarakat kita.

    Konformis Terhadap Norma

    Proses konformis Terhadap Norma tentunya tidak akan terjadi begitu saja tetapi proses itu akan memakan waktu yang cukup lama. Pada umumnya  orang-orang  dalam  masyarakat  cenderung  konformis  (menyesuaikan  cara hidupnya:  cara  berfikir,  berperasaan  dan  bertindak)  dengan  yang  berlaku  di  lingkungan kelompoknya. Misalnya: anak  laki-laki bermain dengan “mainan  laki-laki”, anak perempuan bermain  dengan  “mainan  perempuan”,  apabila  diberi  kesempatan  saling  berinteraksi maka cenderung memiliki opini atau pendapat yang sama, dan seterusnya. Mengapa orang-orang cenderung konformis terhadap norma-norma social. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor: 
    1. Orang  yang  bersangkutan  telah  berhasil  disosialisasikan  sehingga menginternalisasikan nilai dan norma yang berlaku di masyarakatnya 
    2. Orang yang bersangkutan  tidak dapat menemukan alternatif  lain kecuali mengikuti pola yang sudah ada 
    3. Apabila  tidak  konformis  dengan  norma  sosial  akan  direaksi  dengan  pemberian  sanksi oleh masyarakat, dan apabila konformis akan mendapatkan positive-incentive  (ganjaran) dari masyarakat.
    Seperti apa yang telah dijelaskan di atas Kontoversinya Fatwa yang dibuat oleh MUI di sebabkan oleh tidak sejalanannya makna tentangnya keteraturan sosial dalam masyarakat itu sendiri dengan keteraturan sosial yang di interpetasikan oleh MUI. Seperti, Fatwa merokok yang dikeluarkan MUI tentunya menginginkan masyarakat yang sehat terbebas dari asap rokok, dan yang paling terpenting terbebas dari segala macam penyakit. Begitu juga pada kasus fatwa Golput Haram yang menginginkan supaya pemimpin yang dipilih oleh rakyat benar-benar mewakili Rakyat. begitu juga fatwa yang lainya tentunya menginginkan sebuah keteraturan, inilah Keteraturan Sosial Menurut Versi MUI, Sementara itu masyarakat mempunyai pemahaman lain mengenai Keteraturan sosial, Merokok bagi masyarakat kita sudah menjadi Tradisi, bahkan merokok dapat meningkat silahturrahmi dalam masyarakat, Golput terjadi karena kebosanan masyarakat terhadap janji-janji pemimpinnya itulah keteraturan sosial menurut masyarakat.
    Untuk mengubah sebuah “keteraturan sosial” yang sudah mengakar dalam masyarakat tidaklah mudah dan tentu dengan konsekuensi waktu, fikiran dan tenaga. semuanya itupun terjadi apabila nilai dan norma tersebut disosilisasikan dengan baik ditengah masyarakat. Tetapi hari ini Penguasa untuk menanamkan nilai-nilai baru ditengah masyarakat menggunakan cara Menerabas (Meminjam konsep yang dikemukakan oleh Koentjaraninggat Menerabas yaitu memilih jalan pintas). Seperti halnya sebuah Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI. Keluarnya sebuah Fatwa tentu dengan Asumsi masyarakat akan lebih mematuhi sebuah aturan karena Fatwa berhubungan dengan konsekuensi Akhirat. Tetapi Realita yang terjadi meskipun fatwa dikeluarkan oleh MUI, ternyata tidak dapat mengurangi jumlah perokok dan jumlah Golput di negeri ini. Jadi penanaman sebuah nilai - norma tentunya tidak bisa dipaksakan Karena akan berakibat terjadinya pertentangan dengan masyarakat. Penanaman sebuah nilai baru haruslah melalui prosesnya dan tidak akan pernah bisa ditempuh dengan jalan menerabas.

    Tulisan ini telah di Muat di Harian Singgalang, Jumat 3 September 2010
    posted by RENO FERNANDES @ 09.32  
    0 Comments:

    Posting Komentar

    << Home
     
    TENTANG KOE

    Name: RENO FERNANDES
    Home: Padang, Sumatera Barat, Indonesia
    About Me:
    See my complete profile
    JANTUNG KOE
    Photobucket
    KARYA KOE
    Archives
    Links
    Powered by

    BLOGGER

    © RENO FERNANDES Blogger Templates by FUAD NARI